18 Desember 2008

Dream Land



Bermula ketika kecil dulu, di rumah ada kalender dinding yang ada gambar-gambar pemandangan indah dari beberapa negara di dunia. Dan ada satu gambar yang menurut saya paling spektakuler yang nancep terus di ingatan hingga sekarang. Di kemudian hari saya tahu bahwa itu adalah gambar salah satu tempat Di New Zealand. Maka New Zealand atau Selandia Baru adalah salah satu tempat impian yang saya merindukannya hingga ke sumsum tulang (halah...hiperbola banget ya hehe). Saya menuliskan impian saya ini, berupa-rupa hal tentang New Zealand saya kumpulkan, saya sering ngobrol sendiri dengan diri saya dan berpura-pura berada di sana ketika melihat gambar-gambar New Zealand, dan saya juga sering membicarakan imipian saya ini ke orang-orang dekat saya (udah bosen kali ya mereka denger ocehan saya ha...ha..ha...) Ah...tapi saya yakin kegilaan saya ini masih wajar

Apalagi Trinity (the author of ”The Naked Traveler”, yang sudah melanglang buana keliling dunia) sampai bilang begini di salah satu subjudul ceritanya yang berjudul Road To Heaven :
“Kami sangat menikmati perjalanan di Selandia Baru, terutama di South Island. Favorit saya adalah perjalanan dari Cristchurch ke Franz Joseph yang pada awalnya hanya jalan lurus dengan kanan kiri padang rumput. Sampai jalannya agak menanjak, barulah kami disuguhi dengan pemandangan spektakuler...Pegunungan Southern Alps dengan salju abadi di puncaknya. Menyopir seakan-akan menonton firm, selalu ada kejutan di setiap belokan jalan. Tiba-tiba hutan yang lebat, tiba-tiba danau yang airnya warna tourquois, tiba-tiba pegunungan warna hijau, warna putih, warna cokelat, tiba-tiba ada pantai pasir putih dengan air yang biru. Cuaca pun kadang panas, kadang hujan—di sinilah kami melihat banyak Misty Mountain, serasa di film Lord of the Rings. Baru sekarang saya merasakan apa yang disebut breathtaking scenery—saking bagusnya sampai sesak napas”

Fiuh...saya baca aja udah ikut tahan napas...terhanyut merasakan indahnya dan saking pengennya pergi ke sana. Saya makin cinta aja dengan my dream land New Zealand itu. Gak salah deh saya memimpikannya. Gak salah juga deh Trinity kasih judul Road To Heaven.


Menurut penelitian, ketika kita punya target atau impian yang ingin diraih, maka tingkat keberhasilan pencapaian target adalah :
10 % : Jika kita hanya membaca target-target yang kita punya
55 % : Jika kita membaca dan membayangkan
100% : Jika kita membaca, menggambarkan hasil pencapaian dan merasakannya dengan emosi di sekeliling lingkungan kita ketika kita mencapai tujuan tersebut.

Jauh sebelum saya tahu tentang penelitian itu ternyata saya sudah membayangkan dan merasakan sampai ke hati seolah-olah saya sudah di sana. Saya hanya meyakini, impian ini suatu hari akan terwujud. Tunggu saya New Zealand!


16 Desember 2008

Angkringan Nasi Kucing di Jakarta

Kita biasanya bisa mengenalinya dengan gerobak bercahayakan hanya temaram lampu teplok dan bangku panjang, atau kadang ada lesehannya. Makanannya sederhana saja: bungkusan nasi sekepal tangan dengan tambahan sambal teri (makanya disebut nasi kucing), plus pilihan lauk pauk yang dijejer di atas gerobak dan kita tinggal pilih (ada sate usus, sate telur puyuh, ati ampela, kepala dan ceker ayam, paru, dan macam-macam gorengan). Untuk minuman yang khas adalah jahe susu. Minuman lain pun tersedia layaknya makanan kaki lima biasa (teh atau jeruk). Yang dikangenin dari angkringan ini adalah harganya yang murah banget dan tempat yang akrab banget buat ngobrol-ngobrol.

Makanan yang satu ini buat saya lebih banyak unsur nostalgianya karena saya sudah pernah hidup di Jogja, dan makanan ini khas Jogja banget. Menemukan makanan ini di Jakarta pada awalnya sangat sulit karena saya tidak pernah lihat orang jualan nasi kucing. Saya baru menemukan satu tempat ketika arah ke kantor saya melewati Cikini, tepatnya di depan Bank BCA Cikini setelah jembatan rel Cikini. Kalau di sini tempatnya sempit dan yang jualan gak bisa ngomong Jawa ha...ha... aneh banget ya....Yang kedua saya menemukan di Jl. Arteri Pondok Indah, namanya Nasi Kucing Fatmawati. Tempatnya luas jadi kalo mo nongkrong lama enak, parkiran juga luas, dan yang jualan orang Jawa bener...jadi serasa di Jogja lagi

Kedua tempat itu buat saya secara makanan biasa saja, bukan jenis makanan yang menggoyang lidah, tapi nostalgianya yang memang dicari. Hanya karena makanan ini sudah diekspor ke Jakarta, secara harga jangan diharapkan semurah di Jogja yang makan sekenyangnya dengan aneka rupa lauk bisa habis hanya lima ribu. Kalau di Jakarta harga bisa dua atau tiga kali lipatnya. Tapi ya itulah...ada harga yang harus dibayar untuk nostalgia

09 Desember 2008

Mie Ayam Simprug

Bagi Anda penggemar mie ayam, belum lengkap rasanya kalau belum mencoba Mie Ayam Simprug. Rasanya? Hmmm…..yummy! Menurut saya mie ayam ini memang lain. Mie-nya sendiri berbentuk agak gendut dan kenyal, bumbunya pas, ayamnya juga agak gede potongannya, pokoknya begitu suapan pertama, langsung terasa sedapnya.
Awalnya saya mencoba karena setiap melewati jalan depan mie itu kok rame banget banyak orang beli. Karena penasaran, maka dicobalah, dan ternyata rasanya nagih, membuat pengen datang dan datang lagi
Menuju kesana mudah sekali. Tinggal menyusuri saja Jl. Tentara Pelajar Jakarta. Itu lho, jalan di sebelah gedung Manggala Wanabakti Jl. Gatot Subroto. Kalau dari arah Semanggi, setelah gedung MPR maka membelok ke kiri, dan ada jalan sejajar dengan rel kereta. Terus ikuti lurus saja, sampai ketemu fly over Permata Hijau, maka Mie Ayam Simprug tidak jauh dari situ di sebelah kiri jalan, di dekat para penjual tanaman hias dan di seberangnya ada rel kereta api. Dari kejauhan biasanya sudah tertandai dengan banyak motor/mobil yang parkir.
Mie Ayam ini adalah jajanan kaki lima, tapi rasanya mantap pol! Kalo urusan tempat, memang arealnya sempit dan di sebelahnya ada selokan kecil yang –maaf- kadang baunya agak menyengat juga (tapi kok orang-orang tahan ya? termasuk saya )
Jam buka setiap hari, dari jam 6 pagi sampai sekitar jam 10 pagi (biasanya jam 10an udah habis). Saya biasa mencoba ketika hari libur Sabtu/Minggu saja setelah berolahraga dari Senayan. Dan banyak pembeli yang memang pulang dari berolahraga. Pasti harus antre disini karena saking laris dan ramenya, sabar saja paling cepat 15 menit antri baru dapat. Selamat menikmati!

06 Desember 2008

Maryamah Karpov


"Jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-tingginya demi martabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini : sedang berdiri dengan tubuh hitam kumal, yang kelihatan hanya mataku, memegang sekop menghadapi gunungan timah, mengumpulkan napas, menghela tenaga, mencedokinya dari pukul depalan pagi sampai magrib, menggantikan tugas ayahku, yang dulu menggantikan tugas ayahnya. Aku menolak semua itu! Aku menolak perlakuan buruk nasib kepada ayahku dan kepada kaumku. Kini Tuhan telah memeluk mimpiku. Atas nama harkat kaumku, martabat ayahku, kurasakan dalam aliran darahku saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak kepada para pemberani”.
Sepenggal paragraph di sampul belakang buku itu tidak perlu membuat saya berpikir dua kali untuk menyambar buku itu dari rak Gramedia. Apalagi ini memang buku yang saya tunggu-tunggu. Buku ini terbit November 2008, dan belum sebulan, buku yang saya beli itu sudah cetakan kedua ck…ck…ck….
Pun seperti ketika dulu saya membuka halaman pertama Laskar Pelangi, saya langsung jatuh cinta. Termasuk sekuel berikutnya: Edensor, Sang Pemimpi, dan yang keempat ini Maryamah Karpov. Buku ini menceritakan kehidupan Ikal yang lain yang di ketiga buku sebelumnya belum semua dipaparkan. Memang tetralogi ini tidak berkisah dengan urutan waktu secara knonologis. Kisahnya bisa bolak-balik flashback tapi tetap enak dibaca.
Judul lengkapnya adalah Mimpi-Mimpi Lintang, Maryamah Karpov. Dan siapakah Lintang itu? Baiknya bagi yang belum tahu, bacalah sekuel ini dari awal, dari buku Laskar Pelangi. Terlepas dari kontroversi tentang sosok Lintang apakah memang nyata atau tidak, tetralogi Andrea Hirata selalu memberi saya energi positif, membangkitkan semangat, memompa optimisme, dan tentu saja keyakinan untuk terus memelihara mimpi dan pantang menyerah untuk menggapai cita-cita. Menginspirasi sekali!
Two tumbs up buat Andrea! Eh gak cukup dua ding, empat jempol pokoknya buat karya-karyanya.



05 Desember 2008

Hidup Menurut Buku Panduan

Saya membaca tulisannya mas Agustinus Wibowo yang inspired banget tentang buku panduan, khususnya kaitannya dengan traveling. Saya setuju sekali, terlalu banyak mengikuti buku panduan akan membuat perjalanan akan mati. Kita sudah diarahkan dengan mendetail segala macamnya. Semangat petualangan untuk mengalami sesuatu yang baru menjadi lemah. Inspirasi menjadi hilang untuk mengeksplorasi hal-hal yang tidak ada di buku panduan. Padahal dengan penemuan kita sendiri, petualangan kita akan lebih seru, lebih berasa, lebih tak terlupakan.
Intinya jangan hanya mentah-mentah ikut rekomendasi buku panduan, temukan juga petualanganmu sendiri. Bravo!

04 Desember 2008

Istana Tour

Sejak Istana Negara dibuka untuk umum, kami penasaran untuk datang kesana. Akhirnya kesampaian juga, just wanna know ajah!
Tour istana dibuka setiap hari Sabtu dan Minggu, jam 9.00-16.00. Tapi pendaftaran maksimal sampai jam 15.00. Yang perlu dipersiapkan adalah KTP atau bukti identitas diri lainnya. Kemudian berpakaian rapi (tidak boleh pakai jeans, kaos oblong, dan sandal jepit).
Jalan masuk ke istana adalah melalui kantor Sekretariat Negara Jl. Veteran Jakarta Pusat. Kemudian kita mendaftar dengan menukarkan KTP, dan kita diberi tanda pengenal. Dan juga ingat, tidak ada biaya apapun, masuk istana itu gratis. Barang bawaan harus dititipkan semua di tempat penitipan (termasuk HP juga, pokoknya masuk Istana hanya boleh bawa diri dan baju yang melekat ) Kemudian menunggu untuk dipanggil masuk bus. Ada bus kecil yang akan mengantar kita dari area Setneg ke area istana (soalnya lumayan juga kalo jalan, jadi disediakan bus) dan di tiap-tiap bus sudah ada pemandunya.
Pertama kita akan diantar dulu ke semacam bioskop, disitu diputarkan film sejarah berdirinya istana. Kurang lebih setengah jam menonton film kemudian naik bus lagi diantar ke istana. Pertama kali masuk area istana, kita akan diarahkan untuk foto dulu. Karena tidak boleh membawa kamera, maka sudah disediakan juru foto di sana. Tempat fotonya adalah tangga depan istana, kayak kalo Presiden foto rame-rame sama para menteri. Foto akan jadi setelah selesai tour, dan biayanya Rp 10.000/afdruk. Sayangnya kita jadi tidak punya file digital/softcopynya karena kita dapatnya hasil cetakan sudah jadi.
Di dalam istana sendiri ada banyak ruang dengan fungsi masing-masing, di belakang istana ada taman yang luas, ada Gedung Bina Graha, dan gedung-gedung lain. Secara bangunan sih seperti bangunan model Belanda pada umumnya. Untuk ukuran istana buat saya ini cukup sederhana dan tidak terlalu mewah. Banyak istana di negara lain yang sangat mewah. Ya pas deh buat istananya Presiden Indonesia. Gak perlu mewah-mewah.
Liat-liat istana juga sekitar setengah jam, kemudian naik bus lagi kembali ke area kantor Setneg, dan kita bisa mengambil hasil foto kita tadi.
Untuk tour kita tidak harus membawa anggota rombongan dalam jumlah banyak. Kalau mau datang sendiri atau berdua juga bisa. Nanti digabungin dengan orang lain sehingga jumlah tiap rombongan sekitar 25-30 orang (muat satu bus kecil). Pengalaman kemarin saya datang berlima saja, gambling langsung datang sekitar jam 10-an, ternyata antriannya tidak terlalu lama karena busnya cukup banyak. Silakan melihat-lihat istana kita (kita?!?!).

Cara Membuat Passport

Ini melanjutkan kisah passport baru saya. Hanya ingin share saja tentang cara pengurusan pembuatan passport. Ini pengalaman saya membuat passport di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Sekarang sudah ada sistem baru dimana kita bisa membuat passport di kantor imigrasi manapun tanpa harus sesuai dengan alamat KTP kita.

Nah, bagaimana caranya? Sebelum datang ke Kantor Imigrasi, sebaiknya persiapkan dahulu berkas-berkas berikut baik fotocopynya maupun aslinya :
1. Bukti Domisili
a. KTP, dan
b. Kartu Keluarga
2. Bukti Identitas Diri, berupa salah satu saja dari :
a. Akte Kelahiran
b. Surat Nikah
c. Ijazah
d. Surat Baptis
e. Surat Keputusan Ganti Nama
3. Surat keterangan dari kantor (buat yang sudah bekerja).
Pengalaman saya, walaupun saya membuat passport untuk kepentingan pribadi, tetap saja diminta surat keterangan dari kantor. Jadi ya bikin aja.

Setelah berkas-berkas siap, baru deh datang ke kantor imigrasi. Dibutuhkan 3 kali datang ke Kantor Imigrasi.

Datang pertama : mengambil formulir. Kalau semua berkas sudah siap, saat itu juga formulir diisi, dilengkapi, dan diserahkan. 3 hari kemudian disuruh datang untuk foto. Kalau mau saat itu juga mengembalikan berkas, maka harus datang sendiri karena di formulir itu harus ada tanda tangan kita. Tapi kalau tidak bisa datang sendiri, pengambilan dan pengembalian formulir bisa diwakilkan. Kita mengisi data di formulirnya bisa di rumah.

Datang kedua : kalau yang ini tidak bisa diwakilkan karena harus foto. Sebelum foto kita ambil dulu berkas di loket pengambilan berkas, kemudian kita ke loket kasir untuk membayar. Biaya yang saya keluarkan untuk membuat passport baru 48 halaman totalnya adalah Rp. 275.000. Setelah membayar baru ke tempat foto. Kemudian ada wawancara sebentar, intinya pengecekan ulang data-data yang kita tulis di formulir dan ditanyain tujuan ke luar negerinya untuk apa. Passport akan jadi seminggu kemudian.

Datang ketiga : ambil passport yang sudah jadi di loket pengambilan passport. Jangan lupa dibawa kwitansi bukti pembayarannya karena mengambil passportnya dengan menyerahkan kwitansi itu. Untuk pengambilan passport ini bisa diwakilkan juga. Udah deh, jadi!

Tipsnya, yang sabar aja antrinya Karena di tiap loket pasti antri. Loketnya kalo gak salah buka mulai jam 8.00, kalau bisa datang pagi. Paling lama proses ketika kedatangan kedua. Waktu itu saya datang pagi jam 9-an, selesai semuanya sekitar 2 jam kemudian. Untuk kedatangan pertama dan ketiga cepat kok, gak sampai satu jam. Katanya temen, proses yang saya jalani itu sudah lebih simple dan lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya.

Siapa mau bikin? Kalau bisa urus sendiri, kenapa harus pakai calo?

02 Desember 2008

Akhirnya Saya Punya Passport!

Katro banget ya saya girang punya passport Seperti anak kecil yang girang naik bus atau kereta. Tapi gak pa pa lah, that’s me! Saya memang bukan dari keluarga kaya yang bisa liburan naik pesawat ke luar negeri. Atau punya pekerjaan yang bisa sering membawa saya bepergian ke luar negeri. Tapi cepat atau lambat, saya percaya impian untuk naik pesawat atau melihat tempat-tempat baru di belahan dunia lain akan terwujud. Kalau untuk naik pesawat memang sudah terwujud. Impian dari kecil dan baru terealisasi di usia 25 tahun Dan masih berkeliling di wilayah Indonesia saja.

Sudah sebulan ini saya punya passport, tapi belum ada capnya juga, lha wong memang saya belum ke luar negeri juga. That's still my dream, and by having a passport, that's one step ahead to reach my dream.


Saya jadi ingat film “While You Were Sleeping”. Di situ Sandra Bullock, seorang gadis miskin, terus memiliki impian untuk pergi ke Venesia. Walaupun dia belum tahu bagaimana caranya dan kapan bisa pergi ke sana, tetapi dia selalu mengantongi passportnya kemanapun dia pergi, dan dia sudah memiliki passport itu bertahun-tahun, and no one stempel yet in her passport. Sampai akhirnya singkat cerita, dia dinikahi pria cukup mapan dan mereka honey moon ke Venesia. Oh...so sweeeetttt

It's great when you have a dream and it’s realized. And, what the meaning of life if you don’t have hope and dream?

Dieng Plateau

Menyebut Dieng adalah hal yang tidak terpisahkan dari kampung halaman saya, Wonosobo, Jawa Tengah. Wilayah Dieng dimiliki oleh 2 kabupaten, yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Dieng terletak sekitar 30 km dari pusat kota Wonosobo ke arah utara. Dengan jalan raya yang sudah teraspal cukup baik, maka untuk mencapai Dieng tidak memerlukan waktu lama, kurang lebih 30-45 menit. Namun perlu waspada saja karena jalannya naik turun dan di beberapa bagian curam dan tikungan sangat tajam.

Berwisata ke Dieng lebih nyaman jika bisa membawa kendaraan sendiri karena lokasi wisatanya tersebar berjauhan. Namun jika tidak membawa kendaraan sendiri juga bisa naik bis umum. Naik saja bis jurusan Wonosobo-Dieng yang biasanya mangkal di Pasar Wonosobo. Nah sampai di Dieng bisa saja menyewa jasa ojek untuk mengantarkan ke tempat-tempat wisata yang ada. Atau naik andong/delman pun ada.



Bagi yang ingin bermalam di Dieng, ada penginapan-penginapan yang tersedia. Tapi harus benar-benar bersiap dengan dinginnya Dieng yang menggigit. Kalau Anda sudah pernah ke Puncak dan tau dinginnya seperti apa, maka Dieng lebih dingin lagi. Bahkan di Dieng bisa terjadi hujan es. Iya hujan es, hujan dengan butir-butir es sebesar kerikil kecil. Ini mungkin saking dinginnya suhu maka bisa terbentuk hujan seperti itu. Kalau tidak kuat dengan dingin, maka bisa mencari penginapan di kota Wonosobo yang relatif murah terjangkau. Ada Hotel Arjuna di dekat alun-alun; di dekat pasar ada Hotel Sri Kencono, Hotel Parama, dan Hotel Asia. Yang berkantong tebal bisa coba Hotel Kresna.

Wisata Budaya
Dieng cukup terkenal dengan Wisata Budaya dan Wisata Alamnya. Wisata Budaya mencakup adanya peninggalan peradaban Hindu yaitu zaman Dinasti Syailendra dengan ditandai adanya candi untuk tempat pemujaan. Nama-nama candi di Dieng didominasi dengan nama tokoh-tokoh pewayangan, seperti Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Dwarawati, dan Candi Sembadra. Candi-candi di sini bentuknya kecil-kecil tapi cukup banyak. Pintu masuknya hanya muat untuk dimasuki satu orang dewasa.

Wisata Alam
Wisata Alam meliputi kawah, telaga, dan pemandangan pegunungan. Kawah yang terkenal adalah Kawah Sikidang. Menurut orang setempat, dinamai Sikidang karena katanya lokasi munculnya kawah sering berpindah-pindah (Kidang dalam bahasa Jawa artinya Kijang/Rusa). Jadi seperti kijang yang suka melompat-lompat, maka kawah yang suka berpindah-pindah tempat kemunculannya ini dinamai Kawah Sikidang. Berbeda dengan Kawah Putih di Bandung yang bentuknya luas seperti danau dan permukaan airnya tenang, kawah-kawah di Dieng berbentuk seperti sumur dengan diameter tidak lebar kurang lebih 10 meter dengan air yang mendidih bergejolak. Aroma belerang tercium kuat dan harus dipersiapkan sapu tangan untuk menghalangi bau seperti kentut yang amat menyengat. Kita bisa mendekat ke bibir kawah yang sudah dipagari dan bisa terlihat air kawah seperti lumpur berwarna keabuan dengan uap panas terasa memanggang kulit. Gak tau ya berapa derajat panasnya mungkin bisa mencapai 1000 derajat Celcius. Masukin ayam lima detik langsung matang deh Mungkin Kawah Candradimuka tempat Gatotkaca kecemplung kayak gitu
Sedangkan wisata alam yang lain adalah Telaga Warna. Disebut Telaga Warna karena air telaganya memiliki warna yang beraneka. Bisa berwarna hijau, biru, atau merah. Ini katanya karena adanya beberapa jenis ganggang yang hidup di dalamnya yang karena jenisnya berbeda, maka memiliki warna yang berbeda pula. Nah jika ganggang sejenis berkumpul dalam jumlah yang banyak maka akan menghasilkan efek warna yang menakjubkan. Di Telaga Warna juga tersedia jalur pejalan kaki untuk hiking, jadi kita bisa berjalan mengitari telaga yang dikelilingi bukit-bukit. Jadi ya lumayan berkeringat dan terengah-engah juga kalau mengitari telaga karena naik turun dan kelilingnya cukup luas.
Museum Kailasa
Oktober 2008 lalu saya ke Dieng dan saya baru tahu bahwa ada museum. Ternyata ini memang museum yang baru diresmikan Menteri Pariwisata Jero Wacik di bulan Juli 2008. Museum ini wajib dikunjungi karena akan memberikan informasi dan gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh tentang Dieng. Ada sejarah tentang masuknya Hindu dan dinasti Syailendra, arca-arca peninggalan zaman dulu, penjelasan tentang kehidupan masyarakat Dieng, dll yang cukup menambah wawasan saya. Dari penjelasan di museum itu saya jadi tahu bahwa ternyata Ganesha yang menjadi lambang ITB adalah dewa ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan penghancur rintangan. Makanya ITB ambil Ganesha sebagai lambing, biar pada ketularan pinternya kali Ya itulah sekelumit kisah yang ada. Pengetahuan lain masih banyak. Jadi silakan dilihat sendiri.
Konservasi Dieng
Alam Dieng yang indah sekarang buat saya cukup menyedihkan karena perambahan liar di lereng bukit dan pegunungan. Nilai ekonomis dari kentang yang menjadi komoditi utama di Dieng menjadikan petani kurang mempedulikan keseimbangan ekosistem dengan merambah bahkan sampai ke puncak-puncak bukit. Padahal kemiringan lahan bisa 45 derajat lebih. Jadi ya bisa dibayangkan. Lahan miring yang sudah berubah menjadi kebun kentang tanpa pepohonan dengan akar kuat menjadi area yang tepat sekali untuk terkikisnya lapisan tanah sehingga kesuburan berkurang dan ketersediaan air tanah juga menyusut karena air tidak terserap ke dalam tanah. Namun saya dengar pemerintah kota Wonosobo mulai memiliki program konservasi Dieng secara serius. Semoga berjalan dengan baik untuk kebaikan semua. Amin.

01 Desember 2008

Ragunan Zoo


Berasa seperti kanak-kanak lagi pergi ke Kebun Binatang Niatnya memang bukan lihat hewan, tapi mau cari udara segar saja. Karena saya tahu, di Ragunan itu hewannya langka. Langka bukan hanya dalam pengertian hewannya hampir punah jadi dilindungi. Tapi langka dalam pengertian bahasa Jawa. Langka = Longko, artinya jarang. Jadi hewannya jarang alias jarang terlihat dan lebih sering ngumpetnya Hehe...maaf ya dengan pengertian ngawur saya tersebut, tidak bermaksud menyinggung siapapun

Niat menghirup udara segar dan keliling-keliling Ragunan kami (saya dan suami tercinta) wujudkan dengan menyewa sepeda tamdem. Tempat penyewaan sepeda terletak dekat Pintu Masuk Utara II, dan memang hanya ada di situ. Ada sepeda tandem dan sepeda perorangan baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Tarif menyewa sepeda tandem dewasa adalah Rp 15.000/jam. Kalo lebih dari sejam, tarifnya ditambah Rp 2500/15 menit.

Jadilah kami mengelilingi kebun binatang sampai ke ujung-ujungnya yang sepi, yang hanya ditumbuhi rumput-rumput tinggi dan menjadi tempat mojok ABG pacaran. Tak lupa juga mampir ke kandang-kandang hewan yang terlewati. Hmm...menurut saya koleksinya dari dulu itu-itu saja. Sejam puter-puter lumayan capek juga. Kalau mau lebih puas dan hemat, sebenarnya kita bisa membawa sepeda sendiri dari rumah, boleh kok sepeda masuk area bonbin. Seru juga bersepeda tandem (soalnya belum pernah ) Rasanya kompak banget ma suami

Oya sedikit cerita sebelum pergi ke Ragunan. Kami tidak tahu bukanya jam berapa, jadi kami tanya Om Google, tapi tidak ada keterangan jelas tepatnya bonbin buka jam berapa. Akhirnya karena ada beberapa blog yang cerita bahwa dia pergi ke Ragunan pagi-pagi buat olahraga hari Minggu, kami mengambil kesimpulan bahwa kebun binatangnya memang buka dari pagi. Maka sampailah kami di sana jam 6 pagi, ternyata belum buka. Kami tanya tukang parkir di situ, Kebun Binatang katanya buka jam 9. Wah masih 3 jam lagi.

Ternyata yang buka pagi adalah Gelanggang Olahraga Ragunan. Jadi sambil nungguin, kami ke GOR itu dulu. Memang itu tempat buat olahraga dan mejeng juga. Jarak antar gerbang Kebun Binatang dan GOR sekitar 300 meter dengan lebar jalan 3 meter. Tetapi di hari Minggu sepanjang jalan itu adalah pasar kaget dengan segala macam pedagang kali lima, tumpah ruah dengan orang-orang yang mau olahraga atau sekedar lihat-liat, bercampur pula dengan segala jenis kendaraan, dari motor, mobil, bahkan truk juga lewat situ. Dan itu jalur 2 arah pula! Ampuuunnnn deh! Jalan kaki saja susah, dan kami dengan mobil perlu satu jam keluar dari keruwetan pasar kaget. Saya sarankan tidak usah sekali-kali ke GOR Ragunan di hari Minggu. IT’S DISASTER IN SUNDAY!

Ketika masuk ke areal bonbin, kami cari-cari tulisan yang menginformasikan jam buka pun tidak ada. Karena kami sampai di sana loket sudah buka, jadi kami tanyakan ke petugas loket saja. Ternyata Jam buka Kebun Binatan Ragunan adalah:
Hari Senin – Sabtu : jam 08.00 – 18.00
Hari Minggu : jam 07.00 – 18.00

Untuk harga tiketnya :
Mobil : Rp 5000/mobil
Orang Dewasa : Rp 4000/orang
Anak-anak : Rp 3000/orang
Plus ada biaya asuransi Rp 500/orang.

Buat yang belum pernah ke sana atau yang dari luar Jakarta, mencapai bonbin Ragunan cukup mudah. Naik busway saja ke arah Ragunan, turun di halte terakhir (Halte Ragunan), dan tinggal jalan kaki deh masuk ke bonbin. Semoga sedikit cerita ini bermanfaat buat yang mau liburan ke sana.

Nasi Bancakan


Ini kisah lanjutan setelah dari Kawah Putih Ciwidey Bandung. Turun dari sana masih tetap keroncongan, walaupun udah diganjel jagung bakar, ketan bakar, dan secuil ikan bakar Hehe…kemaruk ya. Udah cita-cita nih tar turun ke Bandung mau cari makan uenak. Atas rekomendasi seorang teman, diajaklah kami ke Nasi Bancakan. Lokasinya di daerah sekitar belakang Gedung Sate, tepatnya di Jl. Trunojoyo 62 Bandung.

Sebelumnya teman sudah cerita bahwa ini adalah tempat makan model masakan tradisional dengan menu Sunda. Katanya menunya tuh ndesani (kata orang Jawa bilang). Wah cocok tuh pikir saya. Sesuai benar dengan selera saya yang tradisional

Sore sekitar jam 5 baru sampe sana. Hmm...parkiran dah berjejer sampe ke pinggir jalan raya. Biasanya pertanda enak nih. Maksudnya pengunjung banyak, berarti banyak yang suka, dan berarti rasanya pas buat sebagian besar orang, dan berarti Insya Allah enak. Tapi kok tempatnya gak sesuai bayangan. Ini dari luar keliatan kayak restoran. Dengan bangunan yang terlihat masih baru dan bagus, kayaknya kontras dengan menu ndesani-nya tadi. Di depan ada spanduk bertuliskan Nasi Bancakan Mang Barna & Bi O’om dengan dua gambar foto kakek nenek model orang desa.

Masuk ke dalam rame banget. Orang sudah antri di bagian dapur. Jadi konsepnya tuh kayak kalo di BreadTalk kita bisa lihat bagaimana para koki bikin roti. Konsepnya terbuka, kita bisa liat dapurnya, cara masaknya gimana. Kalo di BreadTalk kan peralatannya modern, nah kalo di sini masaknya masih pakai kayu bakar, ada tungku, alat masak dari tembaga, bumbu dapur macam-macam dijejerin di deket tungku, ikan asin terkapar menunggu digoreng atau dibakar, piring dan gelasnya juga dari kaleng (kayak alat makan mbahku dulu ) trus makannya juga ambil sendiri (tapi ya ada yang ngawasin ).

Yang pertama ambil nasi, recommended banget tuh nasi liwetnya, uenak tenan. Bebas ambilnya, kalo gak malu ya ambil yang buanyak. Abis tu bisa pilih sayur, lauk, dan sambal. Recommended banget sambel sama ikan asin bakar. Makan itu aja udah nikmat. Sambelnya macam-macam, sambal merah, sambal ijo, sambal bawang, enak semua. Ikan asinnya juga macam-macam, tapi gak hapal namanya. Setelah ambil yang diminati, kita jalan ke kasir buat nunjukin yang kita ambil, nanti mereka akan catat, dan kita dibawain nomor meja. Bayarnya tar kalo udah selesai makan. Makannya boleh pilih di meja atau lesehan. Tapi afdolnya makan ndesani gitu ya lesehan. Untung dapat deh buat lesehannya. Oya, sebelum duduk, jangan lupa ambil minum dulu, kalo mo gratisan ambil sendiri teh tawar hangat, karena sambelnya puedes pol. Jadi hati-hati ma sambelnya, dikit dulu nyobanya.

Masing-masing kami makan satu piring sudah habis. Ternyata kami keranjingan dengan nikmatnya, jadi ambil lagi nasi liwetnya. Dengan berpeluh dan mulut berhuh hah kepedesan, rasanya puas banget makan kali ini. Bener-bener memenuhi kebutuhan perut yang keroncongan dan memenuhi selera lidah. Top deh! Kapan-kapan Insya Allah kembali ke sini.

Keluar ke pintu depan, lho kok ada kakek kakek mirip orang yang ada di spanduk depan? Ternyata itu memang gambar kakek yang ada di spanduk, namanya Mang Barna. Kirain itu hanya gambar doang, ngambil foto orang desa entah dimana. Ternyata asli betulan. Wah canggih juga kakek ni punya tempat makan. Gak lupa kita minta foto bersama

Buat orang Bandung pastinya udah tau dan usah nyoba tempat makan ni. Tapi buat yang dari luar Bandung, cobain deh! Cukup recommended.

Kawah Putih

Perjalanan

Akhir Agustus 2008 lalu saya berkesempatan mengunjungi Kawah Putih di daerah Ciwidey Bandung. Sebelumnya saya sudah sering mendengar tentang Kawah Putih yang terkenal buat tempat foto prewedding. Soalnya sering lihat foto prewed yang dipromosikan oleh para fotografer prewedding kok tempatnya disana.

Sebetulnya tidak ada rencana khusus akan pergi ke Kawah Putih. Hanya karena pas pergi ke Bandung menengok saudara yang sakit kemudian kok masih ada waktu ya, maka jadilah saya dan suami tancap gas kesana. Kami juga pas bawa mobil. Kadang kadang hal seperti ini terjadi, pergi tanpa rencana dan spontan saja, malah ada keasyikan tersendiri Lebih exited dan penuh surprise Tapi bukan berarti kalau pergi pergi harus tanpa rencana lho ya

Dari Bandung start jam 10, perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam. Menuju selatan melewati Daeyuhkolot dan Soreang (Ibu Kota Kabupaten Bandung). Bermodal penunjuk arah dan tanya tanya, semakin ke selatan lagi maka sampailah kami ke Ciwidey. Nah Ciwidey ini adalah tempat yang terkenal sebagai penghasil Strawberry. Asyiknya lagi bisa petik sendiri di kebun kebun yang menghampar di pinggir jalan raya. Ternyata Kawah Putih masih sekitar 5 km lagi dari Ciwidey dengan jalan yang berkelok kelok, naik turun dan agak sempit. Jadi agak berhati hati saja di jalur ini. Ditambah pula ada banyak truk, gak tau angkut apa. Tapi sepertinya jalur ini sering ada iring-iringan truk, jadi sabar saja. Tapi cukup menggelitik juga karena gambar di bak belakang truknya terisi dengan gambar yang menggoda dan norak. You know lah seperti apa biasanya gambar di bak belakang truk Ini salah satunya yang paling sopan. Foto yang lain sih ada, tapi tar kena sensor




Kawah Putih

Akhirnya sampai juga di gerbang depan Kawah Putih. Ditandai dengan sebentuk tembok putih besar di kiri jalan dengan tulisan besar besar Wisata Kawah Putih Ciwidey. Membelok ke kiri, kita akan bertemu petugas di pos pembayaran. Mobil bayar 10.000 (kalo gak salah), per orangnya lupa bayar berapa. Kirain di deket pos pembayaran udah deket pula dengan kawahnya. Ternyata masih harus naik ke atas. Kalo gak bawa mobil, disediakan kok mobil semacam mobil carry yang hanya ada atap, gak pake pintu, jadi segar dan dingin.

Perjalanan ke atas ternyata terasa jauh juga, dengan aspal yang berlubang lubang, jadi goncang lah kita selama perjalanan ke atas. Jalanan juga sempit, pas banget buat 2 mobil kalo ketemu mobil yang turun ke bawah. Mungkin sekitar 5 km juga naik ke atas sampai bertemu semacam areal parkir dan kios kios kecil pedagang makanan dan strawberry. Begitu membuka pintu mobil, dingin langsung menyergap. Wah harus pakai jaket pokoknya, kalo perlu pake kaos kaki dan kaos tangan kalo kesana. Dari parkir mobil, jalan kaki sedikit agak turun untuk mencapai kawahnya sekitar 100 m.

Sedikit terengah engah setelah menuruni tangga turun ke bawah, langsung deh terhampar sebentuk kawah yang cukup luas dengan sedikit asap asap tipis yang mengambang di atasnya. Bau belerang langsung tercium juga, kayak bau kentut Ada gua penghasil belerang yang masih aktif dan kita tidak boleh berlama lama berdiri di depan gua, bisa mabok kali ya. Eh...orang foto prewedding juga ada. Gak cuma sepasang, tapi ada tiga pasangan yang lagi foto prewed nih. Jadi tontonan orang orang. Airnya agak kehijauan, ada juga yang agak kebiruan. Dan kita bisa mendekat bahkan bisa menyentuh airnya karena pinggiran kawahnya yang landai. Bebatuannya agak kekuningan terkontaminasi belerang. Banyak pohon pohon dengan bentuk yang unik dan indah pula jadi objek foto.

Sekitar setengah jam bermain main di seputaran kawah, gerimis tiba tiba datang. Memang cuaca sudah mendung sejak kami datang. Berlarianlah orang orang segera naik ke atas. Di tengah cuaca dingin karena hujan, ada jagung bakar dan ketan bakar yang menemani. Hum...lumayan mengganjal perut yang dingin. Ada juga pilihan makanan lain. Gorengan, ayam bakar, ikan bakar. Spesial jus strawberry juga ada. Tapi sayang karena hawa dingin jadi gak berminat. Jadinya memborong aja beberapa kg strawberry. Murah meriah. Harganya bervariasi tergantung besar buahnya. Kalo di Jakarta sekotak strawberry yang dibungkus plastik mika itu bisa dibandrol 7 ribu, kalo di sini pinter-pinter nawar aja bisa dapet 4 ribu dengan buah yang fresh dan besar-besar.

Sejarah Kawah Putih

Kawah Putih ternyata ditemukan oleh orang Belanda, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn, yang kemudian didirikan menjadi pabrik kawah putih dengan sebutan pada zaman Belanda yaitu Zwavel Ontgining Kawah Putih. Pada zaman Jepang usaha pabrik belerang ini dilanjutkan dengan sebutan Kawah Putih Kenzanka Yokota Ciwidey di bawah pengawasan langsung militer Jepang. Setelah itu baru pada tahun 1991 Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten mengembangkan sebagai Ecotourism Wana Wisata Kawah Putih.

Ayo, sapa yang mo prewed ato sekedar jalan jalan menyegarkan mata dan badan? Mungkin Kawah Putih bisa jadi pilihan.