16 Desember 2008

Angkringan Nasi Kucing di Jakarta

Kita biasanya bisa mengenalinya dengan gerobak bercahayakan hanya temaram lampu teplok dan bangku panjang, atau kadang ada lesehannya. Makanannya sederhana saja: bungkusan nasi sekepal tangan dengan tambahan sambal teri (makanya disebut nasi kucing), plus pilihan lauk pauk yang dijejer di atas gerobak dan kita tinggal pilih (ada sate usus, sate telur puyuh, ati ampela, kepala dan ceker ayam, paru, dan macam-macam gorengan). Untuk minuman yang khas adalah jahe susu. Minuman lain pun tersedia layaknya makanan kaki lima biasa (teh atau jeruk). Yang dikangenin dari angkringan ini adalah harganya yang murah banget dan tempat yang akrab banget buat ngobrol-ngobrol.

Makanan yang satu ini buat saya lebih banyak unsur nostalgianya karena saya sudah pernah hidup di Jogja, dan makanan ini khas Jogja banget. Menemukan makanan ini di Jakarta pada awalnya sangat sulit karena saya tidak pernah lihat orang jualan nasi kucing. Saya baru menemukan satu tempat ketika arah ke kantor saya melewati Cikini, tepatnya di depan Bank BCA Cikini setelah jembatan rel Cikini. Kalau di sini tempatnya sempit dan yang jualan gak bisa ngomong Jawa ha...ha... aneh banget ya....Yang kedua saya menemukan di Jl. Arteri Pondok Indah, namanya Nasi Kucing Fatmawati. Tempatnya luas jadi kalo mo nongkrong lama enak, parkiran juga luas, dan yang jualan orang Jawa bener...jadi serasa di Jogja lagi

Kedua tempat itu buat saya secara makanan biasa saja, bukan jenis makanan yang menggoyang lidah, tapi nostalgianya yang memang dicari. Hanya karena makanan ini sudah diekspor ke Jakarta, secara harga jangan diharapkan semurah di Jogja yang makan sekenyangnya dengan aneka rupa lauk bisa habis hanya lima ribu. Kalau di Jakarta harga bisa dua atau tiga kali lipatnya. Tapi ya itulah...ada harga yang harus dibayar untuk nostalgia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar