02 Desember 2008

Dieng Plateau

Menyebut Dieng adalah hal yang tidak terpisahkan dari kampung halaman saya, Wonosobo, Jawa Tengah. Wilayah Dieng dimiliki oleh 2 kabupaten, yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Dieng terletak sekitar 30 km dari pusat kota Wonosobo ke arah utara. Dengan jalan raya yang sudah teraspal cukup baik, maka untuk mencapai Dieng tidak memerlukan waktu lama, kurang lebih 30-45 menit. Namun perlu waspada saja karena jalannya naik turun dan di beberapa bagian curam dan tikungan sangat tajam.

Berwisata ke Dieng lebih nyaman jika bisa membawa kendaraan sendiri karena lokasi wisatanya tersebar berjauhan. Namun jika tidak membawa kendaraan sendiri juga bisa naik bis umum. Naik saja bis jurusan Wonosobo-Dieng yang biasanya mangkal di Pasar Wonosobo. Nah sampai di Dieng bisa saja menyewa jasa ojek untuk mengantarkan ke tempat-tempat wisata yang ada. Atau naik andong/delman pun ada.



Bagi yang ingin bermalam di Dieng, ada penginapan-penginapan yang tersedia. Tapi harus benar-benar bersiap dengan dinginnya Dieng yang menggigit. Kalau Anda sudah pernah ke Puncak dan tau dinginnya seperti apa, maka Dieng lebih dingin lagi. Bahkan di Dieng bisa terjadi hujan es. Iya hujan es, hujan dengan butir-butir es sebesar kerikil kecil. Ini mungkin saking dinginnya suhu maka bisa terbentuk hujan seperti itu. Kalau tidak kuat dengan dingin, maka bisa mencari penginapan di kota Wonosobo yang relatif murah terjangkau. Ada Hotel Arjuna di dekat alun-alun; di dekat pasar ada Hotel Sri Kencono, Hotel Parama, dan Hotel Asia. Yang berkantong tebal bisa coba Hotel Kresna.

Wisata Budaya
Dieng cukup terkenal dengan Wisata Budaya dan Wisata Alamnya. Wisata Budaya mencakup adanya peninggalan peradaban Hindu yaitu zaman Dinasti Syailendra dengan ditandai adanya candi untuk tempat pemujaan. Nama-nama candi di Dieng didominasi dengan nama tokoh-tokoh pewayangan, seperti Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Dwarawati, dan Candi Sembadra. Candi-candi di sini bentuknya kecil-kecil tapi cukup banyak. Pintu masuknya hanya muat untuk dimasuki satu orang dewasa.

Wisata Alam
Wisata Alam meliputi kawah, telaga, dan pemandangan pegunungan. Kawah yang terkenal adalah Kawah Sikidang. Menurut orang setempat, dinamai Sikidang karena katanya lokasi munculnya kawah sering berpindah-pindah (Kidang dalam bahasa Jawa artinya Kijang/Rusa). Jadi seperti kijang yang suka melompat-lompat, maka kawah yang suka berpindah-pindah tempat kemunculannya ini dinamai Kawah Sikidang. Berbeda dengan Kawah Putih di Bandung yang bentuknya luas seperti danau dan permukaan airnya tenang, kawah-kawah di Dieng berbentuk seperti sumur dengan diameter tidak lebar kurang lebih 10 meter dengan air yang mendidih bergejolak. Aroma belerang tercium kuat dan harus dipersiapkan sapu tangan untuk menghalangi bau seperti kentut yang amat menyengat. Kita bisa mendekat ke bibir kawah yang sudah dipagari dan bisa terlihat air kawah seperti lumpur berwarna keabuan dengan uap panas terasa memanggang kulit. Gak tau ya berapa derajat panasnya mungkin bisa mencapai 1000 derajat Celcius. Masukin ayam lima detik langsung matang deh Mungkin Kawah Candradimuka tempat Gatotkaca kecemplung kayak gitu
Sedangkan wisata alam yang lain adalah Telaga Warna. Disebut Telaga Warna karena air telaganya memiliki warna yang beraneka. Bisa berwarna hijau, biru, atau merah. Ini katanya karena adanya beberapa jenis ganggang yang hidup di dalamnya yang karena jenisnya berbeda, maka memiliki warna yang berbeda pula. Nah jika ganggang sejenis berkumpul dalam jumlah yang banyak maka akan menghasilkan efek warna yang menakjubkan. Di Telaga Warna juga tersedia jalur pejalan kaki untuk hiking, jadi kita bisa berjalan mengitari telaga yang dikelilingi bukit-bukit. Jadi ya lumayan berkeringat dan terengah-engah juga kalau mengitari telaga karena naik turun dan kelilingnya cukup luas.
Museum Kailasa
Oktober 2008 lalu saya ke Dieng dan saya baru tahu bahwa ada museum. Ternyata ini memang museum yang baru diresmikan Menteri Pariwisata Jero Wacik di bulan Juli 2008. Museum ini wajib dikunjungi karena akan memberikan informasi dan gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh tentang Dieng. Ada sejarah tentang masuknya Hindu dan dinasti Syailendra, arca-arca peninggalan zaman dulu, penjelasan tentang kehidupan masyarakat Dieng, dll yang cukup menambah wawasan saya. Dari penjelasan di museum itu saya jadi tahu bahwa ternyata Ganesha yang menjadi lambang ITB adalah dewa ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan penghancur rintangan. Makanya ITB ambil Ganesha sebagai lambing, biar pada ketularan pinternya kali Ya itulah sekelumit kisah yang ada. Pengetahuan lain masih banyak. Jadi silakan dilihat sendiri.
Konservasi Dieng
Alam Dieng yang indah sekarang buat saya cukup menyedihkan karena perambahan liar di lereng bukit dan pegunungan. Nilai ekonomis dari kentang yang menjadi komoditi utama di Dieng menjadikan petani kurang mempedulikan keseimbangan ekosistem dengan merambah bahkan sampai ke puncak-puncak bukit. Padahal kemiringan lahan bisa 45 derajat lebih. Jadi ya bisa dibayangkan. Lahan miring yang sudah berubah menjadi kebun kentang tanpa pepohonan dengan akar kuat menjadi area yang tepat sekali untuk terkikisnya lapisan tanah sehingga kesuburan berkurang dan ketersediaan air tanah juga menyusut karena air tidak terserap ke dalam tanah. Namun saya dengar pemerintah kota Wonosobo mulai memiliki program konservasi Dieng secara serius. Semoga berjalan dengan baik untuk kebaikan semua. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar